Sabtu, 27 Oktober 2012

DASAR HUKUM PERNIKAHAN

Nikah adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya. Dalam pengertian yang lebih luas pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara dua orang, laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan syari'at Islam.

Pernikahan adalah suatu perbuatan yang dianjurkan oleh syara sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur ayat 32 : "Dan kawinilah orang-orang yang sendirian diantara kamu dari hamba sahaya laki-laki dan perempuan yang patut ...... ". Dan Rosulullah pun memerintahkan kepada setiap pemuda yang telah cukup untuk segera menikah karena dengan menikah itu akan lebih kuasa untuk menahan mata dan hasrat namun apabila tidak tidak kuasa maka hendaklah berpuasa karena itu akan menjadi penjaga baginya.

Pada dasarnya hukum menikah itu adalah jaiz (boleh) namun karena berbagai situasi dan kondisi hukum menikah terbagi menjadi 4 macam, yaitu :

1. Wajib
Menikah hukumnya wajib bagi yang sudah mampu, nafsunya sudah mendesak dan takut terjerumus pada perzinahan, serta sudah punya calon untuk dinikahi. Ia wajib untuk menikah, karena menjauhkan diri dari hal yang haram adalah wajib. Nabi bersabda ;
" Barang siapa mempunyai kesanggupan untuk beristeri, tetapi ia tidak mau beristeri, maka bukanlah ia termasuk golonganku" (HR. Thabrani)
   
2. Sunah
Adapun bagi orang-orang yang nafsunya telah mendesak dan mampu menikah tetapi masih mampu menahan dirinya dari berbuat zina, hukum menikah baginya adalah sunah. Nikah baginya lebih utama. Baihaqi meriwayatkan hadist dari Abu Umamah bahwa Nabi SAW pernah bersabda ;
" Nikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian dibandingkan umat-umat lain. Dan janganlah kalian seperti pendeta-pendeta Nasrani".

3. Haram
Bagi seseorang yang yakin tidak akan mampu memenuhi nafkah lahir dan batin pasangannya, atau kalau menikah akan membahayakan pasangannya, dan nafsunya pun masih isa dikendalikan, maka hukumnya haram untuk menikah. 
Qurthubi berkata ;" Bila seorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya, atau tida mampu membayar maharnya, atau memenuhi hak-hak isterinya, maka ia haram menikah, sebelum ia dengan terus terang menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Begitu pun kalau ia karena dengan suatu hal manjadi lemah, tak mampu menggauli isterinya, maka wajiblah ia menerangkan dengan terus terang agar calon isteri tidak tertipu olehnya.

Demikian pula sebaliknya, bagi perempuan, bila ia sadar dirinya tidak mampu memenuhi ha suaminya, atau ada hal-hal yang menyebabkan ia tidak mampu memenuhi kebutuhan batin suaminya, seperti karena penyakit, maka ia wajib menerangkan semua itu kepada calon suaminya. Intinya pernikahan menjadi haram apabila ada unsur penipuan dalam pernikahan tersebut.

4. Makruh 
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin isterinya, namun isterinya mau menerima kenyataan tersebut, maka hukum pernikahannya adalah makruh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar